Death Clock, sebuah aplikasi berbasis kecerdasan buatan (AI), telah menarik perhatian publik dengan klaimnya yang kontroversial: memprediksi tanggal kematian seseorang. Di kembangkan oleh Brett Fransson, aplikasi ini menggunakan data dari lebih dari 1.200 studi tentang harapan hidup, melibatkan lebih dari 53 juta partisipan, untuk memberikan prediksi yang Terpersonalisasi. Selain itu aplikasi ini juga mempunyai beberapa saran untuk pada penggunanya.
Baca juga artikel lain nya mengenai Teknologi dan AI hanya di Teknologi AI Terkini
Cara Kerja Death Clock
Death Clock meminta pengguna untuk mengisi kuesioner mendetail mengenai:
- Data Demografis: Usia, jenis kelamin, dan etnis.
- Kesehatan: Riwayat kesehatan keluarga, kondisi mental, penyakit kronis.
- Gaya Hidup: Pola makan, kebiasaan olahraga, tingkat stres, dan pola tidur.
Algoritma AI akan menganalisis data yang telah terkumpul untuk menghasilkan prediksi tanggal kematian. Selain itu, aplikasi ini memberikan rekomendasi untuk meningkatkan gaya hidup sehat guna memperpanjang harapan hidup.
Fitur Utama Death Clock
- Prediksi Tanggal Kematian
Berdasarkan data pengguna, aplikasi ini menampilkan perkiraan tanggal kematian dalam format yang mudah dipahami. - Rekomendasi Gaya Hidup Sehat
Memberikan saran untuk meningkatkan kualitas hidup, seperti perubahan pola makan, olahraga, dan manajemen stres. - Langganan Premium
Dengan biaya sekitar USD 40 per tahun, pengguna mendapatkan fitur tambahan, termasuk analisis kesehatan mendalam dan hitung mundur menuju tanggal yang diprediksi.
Manfaat dan Kontroversi
Sejak launching pada Juli 2024, Death Clock telah ter-install lebih dari 125.000 kali. Bagi sebagian orang, aplikasi ini bisa membantu dalam perencanaan keuangan dan kesehatan. Namun, tidak sedikit yang mengkritiknya karena potensi dampak psikologis, seperti kecemasan, atau kekhawatiran tentang akurasi prediksi.
“Ini seperti pedang bermata dua,” kata seorang psikolog, “Di satu sisi, bisa memotivasi orang untuk hidup lebih sehat. Di sisi lain, prediksi seperti ini bisa memengaruhi kondisi mental pengguna.”
Ketersediaan
Death Clock saat ini tersedia untuk perangkat Android dan iOS di beberapa negara. Namun, aplikasi ini belum tersedia secara resmi di Indonesia. Pengembangnya menyatakan bahwa langkah ekspansi ke pasar Asia, termasuk Indonesia, sedang dalam masa pertimbangan.
Kesimpulan
Death Clock adalah contoh bagaimana teknologi AI dapat berguna untuk tujuan yang tidak konvensional. Dengan manfaat potensial seperti peningkatan kesadaran akan kesehatan, aplikasi ini tetap menimbulkan pertanyaan besar mengenai dampaknya terhadap psikologis pengguna dan validitas prediksinya. Apakah aplikasi ini akan menjadi alat revolusioner atau hanya sekadar tren sesaat? Hanya waktu yang bisa menjawab.
Untuk informasi lebih lengkap mengenai aplikasi ini baca di CNN Indonesia
No responses yet